Welcome to our online store

Kamis, 23 Juni 2011

Pengertian Ushul Fiqh

Pengertian Ushul Fiqh dapat dilihat sebagai rangkaian dari dua buah kata, yaitu : kata Ushul dan kata Fiqh; dan dapat dilihat pula sebagai nama satu bidang ilmu dari ilmu-ilmu Syari'ah.

Dilihat dari tata bahasa (Arab), rangkaian kata Ushul dan kata Fiqh tersebut dinamakan dengan tarkib idlafah, sehingga dari rangkaian dua buah kata itu memberi pengertian ushul bagi fiqh.

Kata Ushul adalah bentuk jamak dari kata ashl yang menurut bahasa, berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi yang lain. Berdasarkan pengertian Ushul menurut bahasa tersebut, maka Ushul Fiqh berarti sesuatu yang dijadikan dasar bagi fiqh.

Sedangkan menurut istilah, ashl dapat berarti dalil, seperti dalam ungkapan yang dicontohkan oleh Abu Hamid Hakim :



Artinya:
"Ashl bagi diwajibkan zakat, yaitu Al-Kitab; Allah Ta'ala berfirman: "...dan tunaikanlah zakat!."

Dan dapat pula berarti kaidah kulliyah yaitu aturan/ketentuan umum, seperti dalam ungkapan sebagai berikut :



Artinya:
"Kebolehan makan bangkai karena terpaksa adalah penyimpangan dari ashl, yakni dari ketentuan/aturan umum, yaitu setiap bangkai adalah haram; Allah Ta'ala berfirman : "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai... ".

Dengan melihat pengertian ashl menurut istilah di atas, dapat diketahui bahwa Ushul Fiqh sebagai rangkaian dari dua kata, berarti dalil-dalil bagi fiqh dan aturan-aturan/ketentuan-ketentuan umum bagi fiqh.

Fiqh itu sendiri menurut bahasa, berarti paham atau tahu. Sedangkan menurut istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Sayyid al-Jurjaniy, pengertian fiqh yaitu :



Artinya:
"Ilmu tentang hukum-hukum syara' mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci."

Atau seperti dikatakan oleh Abdul Wahab Khallaf, yakni:



Artinya:
"Kumpulan hukum-hukum syara' mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci".

Yang dimaksud dengan dalil-dalilnya yang terperinci, ialah bahwa satu persatu dalil menunjuk kepada suatu hukum tertentu, seperti firman Allah menunjukkan kepada kewajiban shalat.



Artinya:
".....dirikanlah shalat...."(An-Nisaa': 77)

Atau seperti sabda Rasulullah SAW :



Artinya:
"Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamar (benda yang memabukkan)." (HR Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Abdillah).

Hadits tersebut menunjukkan kepada keharaman jual beli khamar.

Dengan penjelasan pengertian fiqh di atas, maka pengertian Ushul Fiqh sebagai rangkaian dari dua buah kata, yaitu dalil-dalil bagi hukum syara' mengenai perbuatan dan aturan-aturan/ketentuan-ketentuan umum bagi pengambilan hukum-hukum syara' mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci.

Tidak lepas dari kandungan pengertian Ushul Fiqh sebagai rangkaian dari dua buah kata tersebut, para ulama ahli Ushul Fiqh memberi pengertian sebagai nama satu bidang ilmu dari ilmu-ilmu syari'ah. Misalnya Abdul Wahhab Khallaf memberi pengertian Ilmu Ushul Fiqh dengan :



Artinya:
"Ilmu tentang kaidah-kaidah (aturan-atura/ketentuan-ketentuan) dan pembahasan-pemhahasan yang dijadikan sarana untuk memperoleh hukum-hukum syara' mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci."

Maksud dari kaidah-kaidah itu dapat dijadikan sarana untuk memperoleh hukum-hukum syara' mengenai perbuatan, yakni bahwa kaidah-kaidah tersebut merupakan cara-cara atau jalan-jalan yang harus ditempuh untuk memperoleh hukum-hukum syara'; sebagaimana yang terdapat dalam rumusan pengertian Ilmu Ushul Fiqh yang dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahrah sebagai berikut :



Artinya :
"Ilmu tentang kaidah-kaidah yang menggariskan jalan-jalan utuk memperoleh hukum-hukum syara' mengenai perbuatan dan dalil-dalilnya yang terperinci."

Dengan lebih mendetail, dikatakan oleh Muhammad Abu Zahrah bahwa Ilmu Ushul Fiqh adalah ilmu yang menjelaskan jalan-jalan yang ditempuh oleh imam-imam mujtahid dalam mengambil hukum dari dalil-dalil yang berupa nash-nash syara' dan dalil-dalil yang didasarkan kepadanya, dengan memberi 'illat (alasan-alasan) yang dijadikan dasar ditetapkannya hukum serta kemaslahatan-kemaslahatan yang dimaksud oleh syara'. Oleh karena itu Ilmu Ushul Fiqh juga dikatakan :



Artinya:
"Kumpulan kaidah-kaidah yang menjelaskan kepada faqih (ahli hukum Islam) cara-cara mengeluarkan hukum-hukum dari dalil-dalil syara'." Add to Cart View detail

MEMAHAMI SYAHADATAIN

Sejak kecil, setiap muslim mengetahui bahwa syahadatain merupakan fundamen dari seluruh ajaran Islam. Anak-anak sekolah di Madrasah, SD, bahkan TK telah menghafalkan Rukun Islam yang rukun pertamanya adalah mengucapkan dua kalimat syahadat. Setiap hari kita pun mengucapkan syahadatain ini, sekurang-kurangnya di dalam sholat lima waktu: "Aku bersaksi bahwa tiada yang wajib disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah utusan Allah. "
Bangunan Islam berdiri di atas landasan yang teguh, kokoh dan kuat. Ia berbentuk keyakinan yang total -dan menyeluruh tentang keesaan Allah (Tauhid) dan kerasulan Muhammad Shollallahu 'Alaihi Wa Sallam (Risalah). Sejauhmana keyakinan seseorang terhadap dua hal ini, sekuat itu pulalah fundamen dari bangunan Islam dalam dirinya. Sebaliknya, pengingkaran terhadap dua kalimat ini merupakan kekufuran karena sama artinya dengan mengingkari keseluruhan agama Allah.
Namun, banyak ummat Islam yang belum menyadari urgensi dari kalimat yang mulia ini. Sehingga seringkali secara tidak sadar mereka melakukan pelanggaran Tauhid dan bersikap yang bertentangan dengan ma'na atau kandungan dua kalimat syahadat. Mereka mengucapkan kalimat ini semata dengan keyakinan, tetapi tidak memahami artinya atau belum mengerti kandungannya.

KEYAKINAN YANG DIDASARI PEMAHAMAN

Dalam membangun penghayatan terhadap seluruh ajaran Islam, pemahaman terhadap dua kalimat ini merupakan syarat mutlak. Apakah yang membedakan seorang muslim dengan seorang kristen? Apakah ucapan semata yang keluar dari mulutnya?Ucapan yang tidak berdasarkan keyakinan dan pemahaman, sudah tentu tidak akan memberi pengaruh atau kesan apa-apa dalam diri seseorang. Jika hanya mengulang-ulang satu dua kata atau serenceng kalimat, burung beo pun bisa melakukannya. Ucapan tanpa keyakinan bukanlah ucapan yang sah, sebagaimana kepercayaan tanpa pemahaman, bukanlah kepercayaan yang benar. Keyakinan merupakan kepercayaan yang utuh dan mendalam terhadap pengertian kandungan, konsekuensi logis dan akibat dari suatu pengucapan. Hanya dengan keyakinan yang benar seseorang akan mampu menghayati dan mengamalkan konsekuensi dari keyakinannya itu.

Muslim adalah seseorang yang meyakini kebenaran ucapan syahadatnya. Muslim bukan semata keyakinan dan juga bukan semata pemikiran, tetapi muslim adalah paduan antara keduanya. Antara pemikiran dan keyakinan jauh berbeda, walaupun pada lahirnya kelihatan serupa. Pikiran yang tidak bersumber dari keyakinan, hanya menjadi ilmu pengetahuan, sedangkan aqidah (keyakinan) terhujam dalam hati dan meresap ke dalam jiwa dan semangat. Satu pendapat yang pada hakikatnya salah, bisa dianggap benar. Tetapi kepercayaan (keyakinan) itu merupakan kebenaran yang tetap, tiada keraguan.

Namun demikian, Islam memandang keyakinan yang kuat harus dibangun atas dasar pengertian yang mendalam. Kepercayaan yang tidak didasari kefahaman adalah kepercayaan yang rapuh, mudah rontok. Karena itu, Allah Yang Maha Bijaksana menginstruksikan kita agar mengilmui, dalam arti mempelajari dan memahami Laa ilaha illa-Llah:"Maka ketahuilah bahwa tiada ilah yang wajib disembah selain Allah. Dan mohonlah ampunan bagi dosa orang-orang yang beriman laki-laki maupun perempuan. Dan Allah tahu tempat kamu berusaha dan tempat tinggal kamu. " (QS. Muhammad : 19) .Dalam ayat ini Allah menyeru kita untuk mengisi kepercayaan kita terhadap kalimat Laa ilaha illa-Llah, dengan pengetahuan dan pemahaman yang benar.Berapa banyak orang yang melanggar dan berdosa karena pemahamannya yang keliru terhadap Laa ilaha illa-Llah. Di sini Allah menyuruh Rasul-Nya agar memohonkan ampunan bagi mereka yang berdosa karena melanggar kandungan kalimat ini.

Para sahabat Rasulullah dahulu pun meyakini Laa ilaha illa-Llah dengan pemahaman yang benar. Oleh Allah, mereka disebut "ulul ilmi ", karena tiada ilmu yang lebih utama dari pengertian yang shohih tentang syahadatain.
"Allah menyatakan bahwa tiada ilah selain Dia, demikian pula para malaikat dan orang orang yang berilmu. Allahlah yang menegakkan keadilan. Tiada ilah kecuali Dia Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. " (QS. Ali Imraan : 18)
Persaksian (syahadat) orang yang berilmu disejajarkan dengan Allah dan malaikat-Nya, tentu jauh berbeda dengan orang yang awam dari pengertian syahadatain.... Di sini, Allah bukan menyamakan derajat, melainkan hanya memperlihatkan bahwa orang yang berilmu tentang syahadatain ini saja yang benar persaksiannya. Urgensi ilmu dalam menegakkan tauhid, tidak perlu diragukan lagi. Allah mencela sifat ikut-ikutan tanpa pengetahuan. Firman-Nya:
"Dan janganlah kamu ikut sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semua akan dimintai pertanggung-jawabannya. " (QS. Al Isra : 36)
Jadi, keyakinan terhadap keesaan Allah harus didasari ilmu. Orang tidak mungkin mengamalkan kalimat yang suci ini tanpa pemahaman. Sedangkan, setiap manusia akan dibalas Allah sesuai dengan pengetahuan dan amal perbuatannya.

MA'NA LAA ILAHA ILLA-LLAH

Kalimat Laa ilaha illa-Llah terdiri atas tiga huruf: alif, lam, dan ha. Namun, rangkaian kata-kata ini mengandung pengertian yang menjadi inti dari seluruh ajaran Islam.
Menurut ilmu Nahwu (gramatika Arab), kata Laa di sini merupakan bentuk nafi, yaitu kata pengingkaran atau penolakan terhadap kata yang mengikutinya. Dia harus diartikan dengan "tidak", atau "tidak ada". Kata ilaha merupakan yang ditolak oleh kata Laa itu.
Secara etimologis, ilah mengandung arti al-ma’bud (yang diabdi/disembah), yang dalam Bahasa Arab berarti:
1. A1 mahbub, sesuatu yang dicintai dengan sepenuh hati,
2. Al marhub, sesuatu yang ditakuti,
3. Al marghub, sesuatu yang diharapkan pertolongannya,
4. Al matbu', sesuatu yang diikuti perintah-perintahnya dan dijauhi larangan-larangannya.

Jadi, ilah merupakan sesembahan yang dipuja atau diagungkan dengan penuh cinta, takut, dan harap. Menurut 'Ibn Taymiyah, seorang pembaharu yang dikenal konsisten, "Ilah adalah segala sesuatu yang digandrungi atau dicenderungi oleh hati manusia dengan penuh rasa cinta, takut, dan harap, sehingga orang yang cenderung tersebut mau mengabdikan diri kepadanya'.
Kalimat Laa ilaha (tiada ilah) di sini dimaksudkan sebagai penolakan total terhadap segala jenis sesembahan yang ada di muka bumi. Kata illa disebut kalimatul-itsbat, yaitu peneguhan atau pengokohan bagi kata yang di belakangnya. Di sini, Allah adalah Al-Mutsbat atau yang diteguhkan dengan pernyataan "kecuali hanya Allah" tersebut.
Dengan demikian, Laa ilaha illa-Llah mengandung pengingkaran terhadap segala jenis ilah dan penerimaan total terhadap Allah 'Azza Wa Jalla sebagai satu-satunya ilah (sesembahan). Oleh karena itu, kalimat syahadat pertama Laa ilaha illa-Llah berma'na "Tiada yang wajib diabdi (disembah) kecuali hanya Allah".
Artinya segala bentuk pengabdian kepada selain Allah, baik berbentuk pengingkaran atau pengkufuran, baik merupakan keyakinan atau hanya sekedar ucapan lisan, adalah suatu pelanggaran terhadap Tauhid (syirik).

Banyak orang secara sadar atau tidak terjerumus ke dalam syirik ini. Sebagai contoh, orang yang mengabdi pada kepentingan dirinya sendiri (egoisme), tak mau ikut aturan kecuali peraturan dirinya sendiri. Orang seperti ini tergolong sebagai orang yang memperilah (mempertuhankan) hawa nafsunya. Allah 'Azza Wa Jalla ber~rman:
"Apakah kamu tidak melihat orang yang menjadikan hawa nafsu sebagai ilah (tuhan)? Apakah engkau dapat menjadi pemelihara atasnya?" (QS. Al Furqan : 43). Jika hawa nafsu pribadi seorang manusia saja dapat menjadi sesembahan, maka begitu pula hawa nafsu manusia lain pun terlebih lagi.

Fir'aun merupakan penguasa yang menjadikan dirinya sebagai ilah. Ia memaksakan kehendaknya pada masyarakat. Ia berkeinginan agar seluruh rakyatnya tunduk dan patuh pada kemauan dan kehendaknya. Sikap Fir'aun ini tergambar dalam firman Allah:
"Fir'aun berkata, "Wahai para pembesarku, aku tidak mengetahui sesembahan yang lain bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman tanah liat untukku, kemudian buatlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat ilah Musa. Dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta, " (QS. Al Qashash : 38)

Penguasa seperti Fir'aun selalu ada di setiap masa dan tempat. Karena itu, manusia banyak yang telah menjadikan para pemimpinnya sebagai ilah-ilah selain Allah. Penghambaan manusia kepada manusia lain merupakan problem terbesar sepanjang zaman. Agama yang dibawa para Rasul memang berupaya menghapus segala sesembahan (ilah), baik dari hawa nafsu seseorang maupun hawa nafsu sekelompok orang.

Ilah tidak hanya berupa hawa nafsu manusia. Benda-benda mati yang tidak memberi manfaat atau pun mudharat juga bisa dijadikan ilah oleh manusia-manusia yang sesat. Cukup banyak orang beranggapan bahwa benda tertentu memiliki kekuatan atau kesaktian sehingga mereka menyanjung dan memujanya pada waktu tertentu dengan khusyu’. Maksud mereka agar mendapatkan perlindungan dan pertolongan dari ilah-ilah palsu tensebut. Tentang ini, Allah berfirman:
"Mereka mengambil sesembahan-sesembahan selain Allah agar mereka mendapat pertolongan. Berhala-berhala itu tidak dapat menolong mereka, padahal mereka menjadi tentara yang dipersiapkan untuk menjaga berhala-berhala itu. " (QS. Yaa siin : 73-74)

MA'NA MUHAMMAD RASULULLAH

Bagian kedua dari dua kalimat syahadat adalah pernyataan Muhammad Rasulullah. Kalimat ini berma'na bahwa menerima cara pengabdian kepada Allah itu hanya dari Muhammad Shollallahu 'Alaihi Wa Sallam. Seorang yang bersyahadat wajib mengakui Muhammad sebagai aparat Ilahi untuk mengajarkan seluruh cara penghambaan diri kepada Allah. Mengakui syahadat pertama tetapi menolak kandungan syahadat yang kedua membuat syahadat seseorang tidak sah.
Allah telah mempersiapkan pribadi Muhammad sebagai uswah (teladan) abadi bagi penganut Aqidah Tauhid. Tidak itu saja, kehidupan beliau bersama sahabat-sahabatnya merupakan contoh sistem masyarakat Islam yang paripurna. Firman Allah:
"Sungguh telah ada bagi kamu dalam diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu. Yaitu bagi mereka yang mengharapkan perjumpaan dengan Allah dan banyak menyebut nama Allah. " (QS. Al Ahzab : 21)

Dengan pernyataan ayat ini, seorang muslim hanya dibenarkan menerima satu syariat saja dalam hidupnya (way of life), yaitu syariat Islam yang diajarkan oleh Muhammad. Syariat itu merupakan kelanjutan dari syariat para Rasul terdahulu. Dia bersifat universal dan berlaku sampai hari qiamat. Syariat itupun tidak ditujukan hanya untuk satu bangsa atau satu masa saja, melainkan untuk seluruh manusia dan berfungsi sebagai rahmat bagi semesta alam.
“Dan tiadalah Aku utus engkau (Muhammad) melainkan untuk seluruh manusia, sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS.Saba:28)
“Dan tiadalah Aku utus engkau (Muhamad) melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al Anbiyaa:107)

Syariat Rasulullah berpangkal pada Al-Qur’an dan Sunnah. Kitabullah merupakan pedoman hidup seluruh kaum muslimin. Sedangkan hadits-hadits merupakan penjelas bagi Al-Qur’an setelah Al-Qur’an itu sendiri. Syariat Islam datang untuk menjelaskan seluruh aspek kehidupan manusia. Rasulullah adalah "The living Qur'an" (Al Qur'an yang hidup), beliau merupakan contoh pribadi yang dikehendaki Allah dalam kehidupan yang nyata. Ketika Aisyah, istri Rasulullah, ditanya tentang akhlak Rasulullah, Siti Aisyah menjawab:
"Akhlak Rasulullah adalah Al Qur'an. " (Hadits)

Syarat utama penerimaan syahadat adalah kesediaan untuk mengikuti pola hidup Muhammad Shollallhu 'Alaihi Wa Sallam dalam berbagai aspek: mengatur hubungannya dengan Rabb, menentukan halal dan haram, hukum pidana dan perdata, kemuliaan akhlak, hubungan sesama manusia, dan sebagainya. Keyakinan itu berdasarkan keterangan dari beliau sendiri:
"Tidak beriman salah seorang di antaramu sebelum hawa nafsunya mengikuti apa yang aku (Muhammad) datangkan (Al-Islam). " (HR. Muslim) Add to Cart View detail

Keutamaan Al Qur’an

Yang lebih mengherankan, ada di kalangan ummat Islam ini yang salah dalam menyikapi Al- Qur’an. Mereka menjadikan Al-Qur’an sebagai sarana mencari nafkah. Sebagian mereka menghapal Al-Qur’an dengan tujuan agar bisa di gunakan oleh orang yang membutuhkannya dalam acara-acara pernikahan dan perayaan-perayaan tertentu.

Al-Qur’an datang menyinari hati yang gelap dan menyinari jiwa yang gersang. Dan dia datang sebagai juru nasehat bagi orang yang membutuhkan bimbingan, sebagai pembawa kabar gembira bagi orang yang mau beriman dan sebagai pemberi peringatan bagi orang yang mengingkarinya. Betapa banyak kebaikan yang dapat di rasakan dengan kedatangannya, sehingga orang yang sedih akan menjadi gembira dengan membacanya dan orang yang bingung akan menjadi tenang jalannya serta orang yang hina akan menjadi mulia dengan mempelajari dan mengamalkannya.

Lebih jauh, diapun sebagai obat mujarab bagi segala penyakit. Siapa yang membaca ayat- ayatnya untuk pengobatan, maka dia akan mengetahui kehebatan Al-Qur’an dengan menyembuhkan beberapa penyakit dengan seizin Allah Ta’ala dan beberapa penyakit yang kalangan medis saat ini belum mampu menyembuhkannya. Sehingga tidaklah mengherankan kalau di katakan Al-Qur’an adalah penawar dan rahmat bagi orang yang beriman, sebagaimana firman-Nya (yang artinya) :

“Dan kami turunkan Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar (penyembuh penyakit fisik maupun rohani) dan rahmat bagi orang yang beriman kepada-Nya. “(QS. Al-Isra’ : 82).

Bahkan di lihat dari segi pahala dan keutamaannya. Al-Qur’an menyimpan sekian banyak pahala dan keutamaan bagi orang yang membaca, mempelajari, memahami dan mengamalkannya. Orang yang mahir membaca Al-Qur’an maka pada hari kiamat akan di kumpulkan bersama rombongan malaikat yang mulia. Sedangkan bagi orang yang terbata-bata dalam membacanya akan mendapatkan dua pahala, yaitu pahala dia membaca Al-Qur’an dan pahala kesungguhan dalam membacanya dengan baik dan benar.

Al-Qur’an akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at bagi orang yang membacanya dan mengamalkannya. Bahkan Al-Qur’an akan menjadi pelindung baginya dari adzab Allah Ta’ala di dunia maupun akhirat. Sehingga di katakan, orang yang mempelajari Al-Qur’an akan mengamalkannya sebagai sebaik-baik manusia, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) :

“Sebaik-baik orang di antara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari – Muslim).

Tetapi kebaikan, keutamaan dan pahala tersebut tidak dapat di rasakan kecuali orang-orang yang diberi taufik dan hidayah Allah Ta’ala agar mau beriman kepadanya, membaca, mempelajarinya, dan mampu mengaplikasikannya. Adapun orang yang ingkar terhadapnya, tidak mau beriman kepadanya, tidak mau membaca maupun mempelajarinya, apalagi mengamalkannya, maka sekali-kali dia tidak akan merasakan manfaat sedikitpun. Bahkan Al-Qur’an akan menjadi sebab di hinakan dan di sesatkannya orang tersebut, dan akan menjadi hujjah (alasan) di hadapan Allah Ta’ala untuk menyiksakan pada hari kiamat.

Yang lebih mengherankan, ada di kalangan ummat Islam ini yang salah dalam menyikapi Al- Qur’an. Mereka menjadikan Al-Qur’an sebagai sarana mencari nafkah. Sebagian mereka menghapal Al-Qur’an dengan tujuan agar bisa di gunakan oleh orang yang membutuhkannya dalam acara-acara pernikahan dan perayaan-perayaan tertentu. Kemudian dia mendapat upah dari bacaannya. Ada lagi yang menggunakan Al-Qur’an sebagai alat mencari nafkah di pemakaman kaum muslimin. Bila ada di antara kaum muslimin yang ingin menziarahi saudaranya di perkuburan umum, maka tidak perlu repot-repot membaca ayat-ayat Al-Qur’an dan menghapalkan do’a-do’anya. Ini baru sebagian contoh kesalahan yang merebak di masyarakat dan di anggap lumrah.

Akar dari musibah memilukan ini adalah adanya keyakinan bahwa bacaan Al-Qur’an yang mereka bacakan untuk orang mati itu bisa bermanfaat bagi si mayit. Sehingga mereka berlomba-lomba untuk mengamalkannya, bahkan mereka semangat untuk melakukan amalan bid’ah ini lebih besar daripada untuk ibadah yang wajib, yang sangat jelas keutamaan dan faedahnya. Ambillah contoh, mereka sangat getol dalam mengamalkan bi’dah ini, sementara sholat berjama’ah di masjid mereka lalaikan.

Harapan mereka, bacaan tersebut bisa bermanfaat bagi si mayit agar terbebas dari siksa kubur dan mendapat pahala yang terus mengalir, padahal Allah Ta’ala dan Rasulnya tidak pernah mengajarkan yang demikian. Bahkan di tegaskan dalam firman-Nya bahwa sseorang tidak memperoleh pahala melainkan dari yang di usahakannya saja. Jika usahanya baik maka dia akan mendapatkan balasannya dan jika usahanya buruk dia akan mendapatkan balasannya pula. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) :

“Dan bahwasanya seseorang tidak memperoleh selain apa yang telah di usahakannya. “(QS. An- Najm : 39).

Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa sallam juga menegaskan dalam sabda beliau (yang artinya) :

“Jika manusia meninggal dunia, terputuslah amalnya kecuali tiga perkara : Shodaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendo’akannya. “(HR. Muslim).

Adapun jika anak si mayit yang membaca Al-Qur’an, maka pahalanya akan sampai kepadanya, karena anak adalah hasil usaha ayahnya. Ini adalah pendapat ulama, diantaranya Al-Imam Asy- Syafi’i Rahimahullah.

Yang perlu di pertanyakan, bagaimana mungkin Al-Qur’an bisa memberi manfaat kepada si mayit, yang semasa hidupnya suka meninggalkan sholat, suka berbuat maksiat, dan perbuatan dosa yang lainnya ? Bahkan Al-Qur’an sendiri malah memberinya kabar gembira dengan kecelakaan dan siksa.

Allah Ta’ala tidaklah menurunkan Al-Qur’an yang mulia ini melainkan agar di baca, di pahami dan diamalkan isinya. Yang berupa perintah hendaknya dikerjakan dengan ikhlas dan sesuai dengan contoh dari Rasulullah Shollallahu ‘alahi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum ajmai’in. Adapun yang berupa larangan hendaknya di jauhi dengan sejauh-jauhnya. Dan tentu tidak ada yang dapat melakukannya melainkan orang yang hidup yang masih sehat akal dan fikirannya serta masih terjaga fitrahnya. Sehingga jelaslah, bahwa Al-Qur’an memang untuk orang hidup bukan untuk orang mati. Add to Cart View detail

Most View Product

Contact Online

Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2012. SILAT SPORT - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger